Tugas individu
RESUME PENGANTAR MANAJEMEN
TENTANG
RESPONBILITY
DAN DELEGATION
Oleh :
RIFKI RIZA FIRNANDO
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PEMBANGUNAN
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhiroblil’alamin
Puji
syukur kehadiran allah S.W.T karena hingga saat ini kita masih diberi motivasi
untuk berfikir, berkat rahmat dan kasih sayangNya penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah ini dengan baik.
Tugas
makalah ini adalah upaya untuk memperlihatkan eksistensi sebagai makhluk
intelektual ditengah kehidupan masyarakat. Dalam usaha untuk merampungkan
makalah resume ini penulis banyak di berikan bantuan baik berupa waktu, tenaga,
saran, kritik, kerja sama dan diskusi dari pihak-pihak yang berkompeten.
Pada
kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, mendukung dan member motivasi didalam menyelesaikan
penulisan makalah ini.
Materi
dalam makalah ini disusun sedemikian
rupa agar pembacanya mudah memahami dan menguasai materi atau konsep yang
disampaikan. Sebagaimana harapan semua penulis , makalah ini sangat diharapkan
dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Kami
juga menyadari bahwa buku ini mungkin tidak lepas dari kesalahan. Untuk itu
kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran demi perbaikan di masa depan.
Pekanbaru,31 desember 2011
Penulis
TANGGUNG JAWAB (
RESPONSIBILITY )
Setiap bagian atau departemen yang
telah di bentuk atau ditentukan serta dihubungkan melalui garis-garis
kewenangan maupun garis perintah memiliki satu konsekuensi penting lainnya
dalam sebuah organisasi, yaitu apa yang dinamakan sebagai TANGGUNG JAWAB.
Jika kewenangan merupakan kekuasaan
untuk melakukan sesuatu, tanggung jawab justru memberikan arah untuk apa dan
kemana semestinya kekuasaan itu dipergunakan. Dengan kata lain, tanggung jawab
mengingatkan orang-orang untuk tidak saja mempergunakan kewenangan yang
dimilikinya. Tapi juga melaporkan apa saja yang telah dilakukan sehubungan
dengan kewenangan yang telah diberikan kepadanya. Apakah kewenangan yang telah
diberikan misalnya telah mendukung pencapaian tujuan organisasi atau
sebaliknya.
Oleh karena itu, perlu disadari bahwa
setiap bagian dalam organisasi memiliki kewenangan sekaligus juga tanggung
jawab dalam pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, berbagai persyarat
kemampuan tentunya dibutuhkan untuk menduduki posisi-posisi tertentu dalam sebuah
organisasi.
Pelimpahan
Wewenang dan Tanggung Jawab ( DELEGATION)
Adakalanya seseorang yang berada
di suatu posisi memiliki berbagai keterbatasan dalam melakukan suatu pekerjaan.
Keterbatasan ini dapat dilihat dari segi ketersediaan waktu pengerjaan, jumlah
pekerjaan, keahlian yang dimiliki maupun berbagai faktor lainnya.
Jika
keterbatasan ini tidak dapat ditanggulangi olehnya justru akan memperburuk
kinerja organisasi.
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Proses pengalihan tugas kepada orang
lain yang sah atau terlegitimasi (menurut mekanisme tertentu dalam
organisasi) dalam melakukan berbagai aktivitas yang ditujukan untuk
pencapaian tujuan organisasi.
MANFAAT PELIMPAHAN WEWENANG
- Memungkinkan sub bagian/bawahan mempelajari sesuatu yang
baru dan memperoleh kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru.
- Mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik dalam
berbagai hal.
- Penyelesaian pekerjaan akan dapat dilakukan dengan lebih
cepat karena diberikan kepada orang yang benar dan bertanggung jawab.
KENDALA DALAM PELIMPAHAN WEWENANG
Sekalipun pelimpahan wewenang memiliki manfaat ,namun
juga tidak terlepas dari kendala pelaksanaannya. Staf yang tidak memiliki
kemampuan atau kapabilitas untuk menerima dan menjalankan sesuatu yang di
delegasikan kepadanya justru akan menghambat pencapaian tujuan ke arah yang
lebih baik. Di sisi lain, pelimpahan wewenang juga akan berdampak pada kurang
bertanggung jawabnya atasan terhadap apa yang semestinya dia lakukan. Pada
beberapa kasus, pelimpahan wewenang sering kali dilakukan bukan sebagai
Proses pembelajaran dan pemberian kepercayaan
dari atasan kepada bawahan. Oleh karena itu, perlu sekali digaris bawahi bahwa
perlimpahan wewenang tidak berarti juga terjadi pelimpahan tanggung jawab.
Pelimpahan wewenang bias jadi hanya merupakan pelimpahan beberapa hal yang
dapat dikerjakan oleh bawahan kita, akan tetapi tanggung jawab sepenuhnya masih
berada di tangan pihak yang melimpahkan wewenang.
KUNCI POKOK AGAR PELIMPAHAN WEWENANG EFEKTIF
- Kepercayaan
manajer terhadap bawahan dalam melimpahkan wewenang perlu diiringi dengan
pemberian kebebasan kepada bawahan untuk menjalankan kewenangannya menurut
caranya sendiri.
- Adanya komunikasi
yang terbuka antara manajer dan bawahan.
3.
Kemampuan manajer dalam memahami
tujuan organisasi, tuntutan dari setiap pekerjaan dan kemampuan bawahan
MENURUT STONER, PRINSIP
KLASIK MENGENAI DASAR PELIMPAHAN WEWENANG MENJADI EFEKTIF.
1.
Prinsip Skalar (Scalar Principle), merujuk kepada pedoman bahwa dalam sebuah proses pendelegasian atau pelimpahan
wewenang harus ada garis wewenang yang jelas dari hierarki yang tertinggi
hingga terendah.
2.
Prinsip Kesatuan Perintah (Unity of Command), merujuk pada pandangan bahwa setiap bawahan semestinya melapor atau
mempertanggungjawabkan hanya kepada satu atasan yang memberikan kewenangan
kepadanya.
3.
Tanggung Jawab, kewenangan dan pertanggungjawaban, prinsip ini beranggapan bahwa pelimpahan wewenang dilakukan untuk
memperjelas siapa yang akan bertanggungjawab atas suatu pekerjaan dan dengan
kewenangan seperti apa.
TINDAKAN AGAR
PELIMPAHAN WEWENANG BERJALAN EFEKTIF.
1.
Penentuan hal-hal yang dapat
didelegasikan.
2.
Penentuan Orang yang layak menerima
delegasi
3.
Penyediaan sumber daya yang
dibutuhkan
4.
Pelimpahan tugas yang akan diberikan
5.
Intervensi pada saat diperlukan.
TINDAKAN AGAR
PELIMPAHAN WEWENANG BERJALAN EFEKTIF.
1.
Penentuan hal-hal yang dapat
didelegasikan.
2.
Penentuan Orang yang layak menerima
delegasi
3.
Penyediaan sumber daya yang
dibutuhkan
4.
Pelimpahan tugas yang akan diberikan
5.
Intervensi pada saat diperlukan.
SENTRALISASI DAN
DESENTRALISASI DALAM PENGORGANISASIAN.
o Sentralisai :
Pemusatan Kekuasaan dan
Wewenang pada hierarki atas dari suatu organisasi.
o Desentralisasi :
Perlu adanya pembagian
porsi dalam hal pengambilan keputusan dan kebijakan yang menyangkut dengan cara
bagaimana organisasi akan dijalankan.
CONTOH KASUS
1.
Di
beberapa negara seperti Perancis, Finlandia, Norwegia dan Australia, telah
diatur mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dalam masing-masing KUHP.
Dengan demikian, apabila kasus seperti BLBI terjadi di negara-negara tersebut,
maka selain pengurus atau pejabat korporasi lainnya dapat dipidana, terhadap
korporasi itu sendiri akan dikenakan pertanggungjawaban pidana korporasi.
Dengan menggunakan teori “Vicarious Liability”, “Strict Liability” maupun
“Identification”, maka perbuatan pidana yang telah dilakukan dapat dielaborasi
dengan berorientasi pada perbuatan hukum yang dilakukan oleh korporasi. Dengan
demikian, dalam penyelesaian kasus BLBI dapat dikonstruksikan dengan lebih
akurat, perbuatan pidana yang telah megakibatkan kerugian keuangan negara tersebut.
2. Agenda
besar yang dihadapi pemerintahan SBY-Boediono pada periode 2009-2014 adalah
bagaimana mampu mewujudkan Good Governance pada tataran implementatif dan bukan
retorik semata. SBY dalam kepemimpinan nasional selama ini masih dihadapkan
pada persepsi bahwa SBY masih lebih
banyak bermain politik pada ranah retorika ketimbang tindakan yang nyata dan
cepat untuk mengatasi masalah di lapangan.
Dari kasus-kasus besar yang menyangkut elite seperti kasus
Bank Century, kasus Bibit-Chandra, kasus
Cicak melawan Buaya, kasus Antasari hingga pada kasus yang menimpa rakyat kecil
seperti kasus Prita Mulyasari, kasus Mbah Minah “mencuri” buah kakao, dan sebagainya adalah merupakan fenomena gunung es yang masih sangat besar potensi
masalahnya karena sesungguhnya persoalan pada kenyataannya masih sangat banyak
terjadi di sekitar kita. Ini semua
merupakan agenda kebijakan besar yang sekaligus juga tantangan besar bagi
upaya-upaya pemerintahan SBY-Boediono dalam mengelola pemerintahan di periode
kedua SBY ini.
Oleh karena itu presiden susilo
bambang yudiyono melakukan pelimpahan wewenang kepada tim pencari fakta kasus
century.
3. Kasus kerusakan
lingkungan di lokasi penambangan timah inkonvensional di pantai Pulau
Bangka-Belitung dan tidak dapat ditentukan siapakah pihak yang bertanggung
jawab atas kerusakan yang terjadi karena kegiatan penambangan 7
3.penambangan
timah yang dilakukan oleh penambangan rakyat di Belitung tak berizin yang
mengejar setoran pada PT. Timah. Tbk. Sebagai akibat penambangan inkonvensional
tersebut terjadi pencemaran air permukaan laut dan perairan umum, lahan menjadi
tandus, terjadi abrasi pantai, dan kerusakan laut (Ambadar, 2008).
4.Contoh lain adalah konflik antara PT
Freeport Indonesia dengan rakyat Papua. Penggunaan lahan tanah adapt, perusakan
dan penghancuran lingkungan hidup, penghancuran perekonomian, dan pengikaran
eksistensi penduduk Amungme merupakan kenyataan pahit yang harus diteima rakyat
Papua akibat keberadaan operasi penambangan PT. Freeport Indonesia. Bencana
kerusakan lingkungan hidup dan komunitas lain yang ditimbulkan adalah jebolnya
Danau Wanagon hingga tiga kali (20 Juni 1998; 20-21 Maret 2000; 4 Mei 2000)
akibat pembuangan limbah yang sangat besar kapasitasnya dan tidak sesuai dengan
daya dukung lingkungan (Rudito dan Famiola, 2007).
Kedua contoh 3 dan 4 tersebut hanya
merupakan sebagian kecil gambaran fenomena kegagalan CSR yang muncul di
Indonesia, dan masih banyak lagi contoh kasus seperti kasus PT Newmont Minahasa
Raya, kasus Lumpur panas Sidoarjo yang diakibatkan kelalaian PT Lapindo
Brantas, kasus perusahaan tambang minyak dan gas bumi, Unicoal (perusahaan
Amerika Serikat), kasus PT Kelian Equatorial Mining pada komunitas Dayak, kasus
suku Dayak dengan perusahaan tambang emas milik Australia (Aurora Gold), dan
kasus pencemaran air raksa yang mengancam kehidupan 1,8juta jiwa penduduk
Kalimantan Tengah yang merupakan kasus suku Dayak vs “Minamata.”
Hal terpenting yang
harus dilakukan adalah membangkitkan kesadaran perusahaan dan rasa memiliki
terhadap lingkungan dan komunitas sekitar. Hal ini menuntut perlunya perhatian stakeholder,
pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam membuat regulasi atau ketentuan
yang disepakati bersama antara pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai
keefektifan program CSR. Tidak dapat dipungkiri peran UU sebagai bentuk
legalitas untuk mengatur pelaksanaan CSR sangat diperlukan. Disamping itu,
untuk meningkatkan keseriusan perhatian dan tingkat kepedulian perusahaan
terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat,
diperlukan adanya suatu alat evaluasi untuk menilai tingkat keberhasilan
perusahaan dalam melaksanakan program CSR. Hasil dari penilaian yang dilakukan
oleh lembaga penilai independen dapat dijadikan sebagai dasar untuk pemberian
penghargaan dalam bentuk award atas peran serta perusahaan terhadap
komunitas sekitar. Pada bagian selanjutnya akan dibahas beberapa kisah sukses
implementasi CSR yang dilakukan oleh beberapa perusahaan domestik dan
bentuk-bentuk partisipasi perusahaan tersebut dalam pengembangan masyarakat,
ekonomi, dan pelestarian lingkungan hidup.