Selasa, 20 Maret 2012

RESUME PENGANTAR MANAJEMEN TENTANG RESPONBILITY DAN DELEGATION


Tugas individu                                                                 

RESUME  PENGANTAR MANAJEMEN
TENTANG
RESPONBILITY DAN DELEGATION

Oleh :

RIFKI RIZA FIRNANDO



PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhiroblil’alamin



Puji syukur kehadiran allah S.W.T karena hingga saat ini kita masih diberi motivasi untuk berfikir, berkat rahmat dan kasih sayangNya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Tugas makalah ini adalah upaya untuk memperlihatkan eksistensi sebagai makhluk intelektual ditengah kehidupan masyarakat. Dalam usaha untuk merampungkan makalah resume ini penulis banyak di berikan bantuan baik berupa waktu, tenaga, saran, kritik, kerja sama dan diskusi dari pihak-pihak yang berkompeten.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung dan member motivasi didalam menyelesaikan penulisan makalah ini.
Materi dalam makalah  ini disusun sedemikian rupa agar pembacanya mudah memahami dan menguasai materi atau konsep yang disampaikan. Sebagaimana harapan semua penulis , makalah ini sangat diharapkan dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Kami juga menyadari bahwa buku ini mungkin tidak lepas dari kesalahan. Untuk itu kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran demi perbaikan di masa depan.
                                                                                                        

                                                                                                     
                                                                                             Pekanbaru,31 desember 2011    


                                                                                                                
                                                                                                                       Penulis

TANGGUNG JAWAB ( RESPONSIBILITY )

Setiap bagian atau departemen yang telah di bentuk atau ditentukan serta dihubungkan melalui garis-garis kewenangan maupun garis perintah memiliki satu konsekuensi penting lainnya dalam sebuah organisasi, yaitu apa yang dinamakan sebagai TANGGUNG JAWAB.
Jika kewenangan merupakan kekuasaan untuk melakukan sesuatu, tanggung jawab justru memberikan arah untuk apa dan kemana semestinya kekuasaan itu dipergunakan. Dengan kata lain, tanggung jawab mengingatkan orang-orang untuk tidak saja mempergunakan kewenangan yang dimilikinya. Tapi juga melaporkan apa saja yang telah dilakukan sehubungan dengan kewenangan yang telah diberikan kepadanya. Apakah kewenangan yang telah diberikan misalnya telah mendukung pencapaian tujuan organisasi atau sebaliknya.
Oleh karena itu, perlu disadari bahwa setiap bagian dalam organisasi memiliki kewenangan sekaligus juga tanggung jawab dalam pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, berbagai persyarat kemampuan tentunya dibutuhkan untuk menduduki posisi-posisi tertentu dalam sebuah organisasi.


Pelimpahan Wewenang dan Tanggung Jawab ( DELEGATION)

             Adakalanya seseorang yang berada di suatu posisi memiliki berbagai keterbatasan dalam melakukan suatu pekerjaan. Keterbatasan ini dapat dilihat dari segi ketersediaan waktu pengerjaan, jumlah pekerjaan, keahlian yang dimiliki maupun berbagai faktor lainnya.
            Jika keterbatasan ini tidak dapat ditanggulangi olehnya justru akan memperburuk kinerja organisasi.



WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Proses pengalihan tugas kepada orang lain yang sah atau terlegitimasi (menurut mekanisme tertentu dalam organisasi) dalam melakukan berbagai aktivitas yang ditujukan untuk pencapaian tujuan organisasi.

MANFAAT PELIMPAHAN WEWENANG
  1. Memungkinkan sub bagian/bawahan mempelajari sesuatu yang baru dan memperoleh kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru.
  2. Mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik dalam berbagai hal.
  3. Penyelesaian pekerjaan akan dapat dilakukan dengan lebih cepat karena diberikan kepada orang yang benar dan bertanggung jawab.

KENDALA DALAM PELIMPAHAN WEWENANG
 Sekalipun pelimpahan wewenang memiliki manfaat ,namun juga tidak terlepas dari kendala pelaksanaannya. Staf yang tidak memiliki kemampuan atau kapabilitas untuk menerima dan menjalankan sesuatu yang di delegasikan kepadanya justru akan menghambat pencapaian tujuan ke arah yang lebih baik. Di sisi lain, pelimpahan wewenang juga akan berdampak pada kurang bertanggung jawabnya atasan terhadap apa yang semestinya dia lakukan. Pada beberapa kasus, pelimpahan wewenang sering kali dilakukan bukan sebagai

Proses pembelajaran dan pemberian kepercayaan dari atasan kepada bawahan. Oleh karena itu, perlu sekali digaris bawahi bahwa perlimpahan wewenang tidak berarti juga terjadi pelimpahan tanggung jawab. Pelimpahan wewenang bias jadi hanya merupakan pelimpahan beberapa hal yang dapat dikerjakan oleh bawahan kita, akan tetapi tanggung jawab sepenuhnya masih berada di tangan pihak yang melimpahkan wewenang.



KUNCI POKOK AGAR PELIMPAHAN WEWENANG EFEKTIF
  1. Kepercayaan manajer terhadap bawahan dalam melimpahkan wewenang perlu diiringi dengan pemberian kebebasan kepada bawahan untuk menjalankan kewenangannya menurut caranya sendiri.
  2. Adanya komunikasi yang terbuka antara manajer dan bawahan.
3.      Kemampuan manajer dalam memahami tujuan organisasi, tuntutan dari setiap pekerjaan dan kemampuan bawahan



MENURUT STONER, PRINSIP KLASIK MENGENAI DASAR PELIMPAHAN WEWENANG MENJADI EFEKTIF.

1.      Prinsip Skalar (Scalar Principle), merujuk kepada pedoman bahwa dalam sebuah proses pendelegasian atau pelimpahan wewenang harus ada garis wewenang yang jelas dari hierarki yang tertinggi hingga terendah.

2.      Prinsip Kesatuan Perintah (Unity of Command), merujuk pada pandangan bahwa setiap bawahan semestinya melapor atau mempertanggungjawabkan hanya kepada satu atasan yang memberikan kewenangan kepadanya.


3.      Tanggung Jawab, kewenangan dan pertanggungjawaban, prinsip ini beranggapan bahwa pelimpahan wewenang dilakukan untuk memperjelas siapa yang akan bertanggungjawab atas suatu pekerjaan dan dengan kewenangan seperti apa.









TINDAKAN AGAR PELIMPAHAN WEWENANG BERJALAN EFEKTIF.

1.      Penentuan hal-hal yang dapat didelegasikan.


2.      Penentuan Orang yang layak menerima delegasi


3.      Penyediaan sumber daya yang dibutuhkan


4.      Pelimpahan tugas yang akan diberikan


5.      Intervensi pada saat diperlukan.



TINDAKAN AGAR PELIMPAHAN WEWENANG BERJALAN EFEKTIF.

1.      Penentuan hal-hal yang dapat didelegasikan.


2.      Penentuan Orang yang layak menerima delegasi

3.      Penyediaan sumber daya yang dibutuhkan


4.      Pelimpahan tugas yang akan diberikan


5.      Intervensi pada saat diperlukan.





SENTRALISASI DAN DESENTRALISASI DALAM PENGORGANISASIAN.

o  Sentralisai :
            Pemusatan Kekuasaan dan Wewenang pada hierarki atas dari suatu organisasi.
o  Desentralisasi :
            Perlu adanya pembagian porsi dalam hal pengambilan keputusan dan kebijakan yang menyangkut dengan cara bagaimana organisasi akan dijalankan.



CONTOH KASUS

1.      Di beberapa negara seperti Perancis, Finlandia, Norwegia dan Australia, telah diatur mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dalam masing-masing KUHP. Dengan demikian, apabila kasus seperti BLBI terjadi di negara-negara tersebut, maka selain pengurus atau pejabat korporasi lainnya dapat dipidana, terhadap korporasi itu sendiri akan dikenakan pertanggungjawaban pidana korporasi. Dengan menggunakan teori “Vicarious Liability”, “Strict Liability” maupun “Identification”, maka perbuatan pidana yang telah dilakukan dapat dielaborasi dengan berorientasi pada perbuatan hukum yang dilakukan oleh korporasi. Dengan demikian, dalam penyelesaian kasus BLBI dapat dikonstruksikan dengan lebih akurat, perbuatan pidana yang telah megakibatkan kerugian keuangan negara tersebut.

2.      Agenda besar yang dihadapi pemerintahan SBY-Boediono pada periode 2009-2014 adalah bagaimana mampu mewujudkan Good Governance pada tataran implementatif dan bukan retorik semata. SBY dalam kepemimpinan nasional selama ini masih dihadapkan pada persepsi bahwa SBY  masih lebih banyak bermain politik pada ranah retorika ketimbang tindakan yang nyata dan cepat untuk mengatasi masalah di lapangan.


Dari kasus-kasus besar yang menyangkut elite seperti kasus Bank Century, kasus Bibit-Chandra,  kasus Cicak melawan Buaya, kasus Antasari hingga pada kasus yang menimpa rakyat kecil seperti kasus Prita Mulyasari, kasus Mbah Minah “mencuri”  buah kakao, dan sebagainya adalah  merupakan fenomena  gunung es yang masih sangat besar potensi masalahnya karena sesungguhnya persoalan pada kenyataannya masih sangat banyak terjadi di sekitar kita.  Ini semua merupakan agenda kebijakan besar yang sekaligus juga tantangan besar bagi upaya-upaya pemerintahan SBY-Boediono dalam mengelola pemerintahan di periode kedua SBY ini.
            
            Oleh karena itu presiden susilo bambang yudiyono melakukan pelimpahan wewenang kepada tim pencari fakta kasus century.





































3. Kasus kerusakan lingkungan di lokasi penambangan timah inkonvensional di pantai Pulau Bangka-Belitung dan tidak dapat ditentukan siapakah pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi karena kegiatan penambangan 7
3.penambangan timah yang dilakukan oleh penambangan rakyat di Belitung tak berizin yang mengejar setoran pada PT. Timah. Tbk. Sebagai akibat penambangan inkonvensional tersebut terjadi pencemaran air permukaan laut dan perairan umum, lahan menjadi tandus, terjadi abrasi pantai, dan kerusakan laut (Ambadar, 2008).

4.Contoh lain adalah konflik antara PT Freeport Indonesia dengan rakyat Papua. Penggunaan lahan tanah adapt, perusakan dan penghancuran lingkungan hidup, penghancuran perekonomian, dan pengikaran eksistensi penduduk Amungme merupakan kenyataan pahit yang harus diteima rakyat Papua akibat keberadaan operasi penambangan PT. Freeport Indonesia. Bencana kerusakan lingkungan hidup dan komunitas lain yang ditimbulkan adalah jebolnya Danau Wanagon hingga tiga kali (20 Juni 1998; 20-21 Maret 2000; 4 Mei 2000) akibat pembuangan limbah yang sangat besar kapasitasnya dan tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan (Rudito dan Famiola, 2007).

Kedua contoh 3 dan 4 tersebut hanya merupakan sebagian kecil gambaran fenomena kegagalan CSR yang muncul di Indonesia, dan masih banyak lagi contoh kasus seperti kasus PT Newmont Minahasa Raya, kasus Lumpur panas Sidoarjo yang diakibatkan kelalaian PT Lapindo Brantas, kasus perusahaan tambang minyak dan gas bumi, Unicoal (perusahaan Amerika Serikat), kasus PT Kelian Equatorial Mining pada komunitas Dayak, kasus suku Dayak dengan perusahaan tambang emas milik Australia (Aurora Gold), dan kasus pencemaran air raksa yang mengancam kehidupan 1,8juta jiwa penduduk Kalimantan Tengah yang merupakan kasus suku Dayak vs “Minamata.”

Hal terpenting yang harus dilakukan adalah membangkitkan kesadaran perusahaan dan rasa memiliki terhadap lingkungan dan komunitas sekitar. Hal ini menuntut perlunya perhatian stakeholder, pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam membuat regulasi atau ketentuan yang disepakati bersama antara pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai keefektifan program CSR. Tidak dapat dipungkiri peran UU sebagai bentuk legalitas untuk mengatur pelaksanaan CSR sangat diperlukan. Disamping itu, untuk meningkatkan keseriusan perhatian dan tingkat kepedulian perusahaan terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, diperlukan adanya suatu alat evaluasi untuk menilai tingkat keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan program CSR. Hasil dari penilaian yang dilakukan oleh lembaga penilai independen dapat dijadikan sebagai dasar untuk pemberian penghargaan dalam bentuk award atas peran serta perusahaan terhadap komunitas sekitar. Pada bagian selanjutnya akan dibahas beberapa kisah sukses implementasi CSR yang dilakukan oleh beberapa perusahaan domestik dan bentuk-bentuk partisipasi perusahaan tersebut dalam pengembangan masyarakat, ekonomi, dan pelestarian lingkungan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar